Adanya pandemi covid-19 mampu mengistirahatkan kesibukan manusia selama ini. Kita bisa melihat berbagai informasi baik dari televisi, koran, sampai media sosial bahwa dunia saat ini sedang istirahat. Bahkan, jalanan, pusat perbelanjaan, tempat peribadatan, sampai sekolah pun sempat ditutup.
Salah satu mata rantai penyebaran virus ini adalah kerumunan massa. Sehingga, pemerintah m
engambil beberapa kebijakan untuk mengurangi terjadinya kerumunan massa tersebut. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menginstruksikan seluruh jenjang pendidikan dimulai dari PAUD hingga perguruan tinggi ditutup dan pembelajaran tatap muka dialihkan menjadi pembelajaran jarak jauh atau dikenal dengan istilah daring (dalam jaringan).
Kebijakan pembelajaran daring yang diambil sebagai upaya memutus penyebaran Covid-19 memberikan dampak bagi dunia pendidikan. Pola pembelajaran ini berimbas kepada perekonomian warga. Pasalnya, untuk bisa mengikuti pembelajaran tersebut, siswa membutuhkan kuota internet. Artinya, ada uang belanja tambahan yang harus disediakan orang tua. Padahal, uang tambahan itu bisa jadi dilakukan dengan harus mengurangi bumbu dapur. Itu baru dari sisi pembelian kuota internet. Lantas, apakah semuanya berjalan lancar? Ternyata tidak. Daring ternyata bukan hanya tentang jaringan. Daring menuntut kesungguhan dari semua sektor. Sektor penyedia jaringan, pengajar, dan pembelajar. Semua harus mempunyai iktikad baik untuk bisa mewujudkan pembelajaran daring yang ideal.
Sementara itu, dari sisi pemahaman atau pendampingan saat belajar, apakah orang tua memahami apa yang disampaikan guru dan bisa memberikan pemahaman kepada anak ketika anak kurang paham terhadap pelajaran yang disampaikan? Jika orang tua tidak paham? Lantas apa yang disampaikan kembali kepada anak? Dari sisi anak yang belajar secara daring, juga memiliki kendala yang tidak bisa dianggap ringan. Kedekatan siswa dengan gawai membuat siswa kurang konsentrasi dalam belajar dan tergoda untuk bermain game online. Di sinilah pentingnya peran orang tua dalam membimbing dan mendampingi anak dalam pembelajaran daring, sehingga anak-anak bisa mengikuti pembelajaran daring dengan maksimal. Persoalannya tidak berhenti disitu. Motivasi belajar siswa juga menjadi hal yang penting. Baik motivasi dari diri siswa itu sendiri maupun motivasi dari lingkungan sekitar. Motivasi ini yang harus ditumbuhkembangkan. Jika tidak, fasilitas yang ada bisa jadi disalahgunakan. Misalnya berselancar di media online yang belum tentu berhubungan dengan konteks pembelajaran.
Dari sisi guru sebagai pengajar dan pendidik mewajibkan diri untuk lebih melek teknologi agar mampu beradaptasi dengan kondisi saat ini. Guru diwajibkan mampu membuat video pembelajaran yang menarik agar siswa tidak merasa jenuh dengan pembelajaran daring. Menyiasati kondisi lapangan, beberapa guru berinisiatif membentuk kelompok belajar melalui platform zoom, tetapi efektifitasnya pun menjadi persoalan. Apalagi jika membicarakan tentang kalkulasi hasil pembelajaran. Tentu saja tidak seefektif pembelajaran tatap muka, karena guru tidak bisa melihat secara langsung siswa yang benar-benar konsentrasi dalam pembelajaran daring dan siswa yang benar-benar memahami materi yang disampaikan guru. Dari sisi pengerjaan tugas, guru sulit untuk mendeteksi apakah tugas sekolah yang diberikan merupakan murni hasil kerja siswa itu sendiri atau hasil kerja orang lain. Sampai saat ini, hasil pembelajaran daring masih sekadar belajar. Sehingga kesimpulan yang didapat adalah mengharapkan kondisi ideal dari kondisi seperti sekarang ini justru tidaklah ideal.
Akhirnya, meskipun covid-19 berhasil menjadi duta Mendikbud dalam menyosialisasikan pembelajaran daring, hasilnya masih banyak ditemukan kendala-kendala di lapangan. Indonesia yang terhampar luas dari Sabang sampai Merauke, sungguh memiliki karakteristik tersendiri dalam implementasi pembelajaran daring.
Ditulis Oleh : Novi Eka Sulistiawati, S.Pd.