Kesenian topeng sudah dikenal dan dimiliki oleh sebagian besar masyarakat di pelosok Nusantara dalam kurun waktu yang lama. Topeng dipandang bukan hanya sekadar benda seni saja, tetapi topeng dibuat pada mulanya sebagai penggambaran simbolis untuk menghormati roh nenek moyang. Dalam salah satu catatan sejarah, topeng dikenal sejak zaman kerajaan Kanjuruhan, Raja Gajayana. Dikatakan pada masa itu, topeng pertama terbuat dari emas dan dikenal dengan istilah Puspo Sariro, yang berarti bunga dari hati yang paling dalam. Topeng pada masa itu merupakan tradisi kultural dan religiusitas.
Sejarah munculnya topeng di Kedungmonggo, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebagai salah satu dusun penghasil topeng Malang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Sayangnya, waktu tahun kemunculan belum dapat dipastikan. Namun, telah ada ketika Kabupaten Malang dipimpin oleh Bupati Malang yang bernama Raden Sjarip bergelar Adipati Suryo Adiningrat pada tahun 1890 an. Kedungmonggo merupakan salah satu dari kantong persebaran seni budaya topeng Malang dan dikenal sebagai basis tumbuhnya topeng Malang.
Menyambut kurikulum merdeka pada tahun pelajaran 2023/2024 ini, kelas 5 sudah mulai melaksanakan kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema Kearifan Lokal tentang pengenalan topeng Malang di Sanggar Seni Topeng Malang Asmorobangun, Pakisaji, Kabupaten Malang.
Pengenalan topeng Malang diawali dengan penjelasan dari narasumber tentang sejarah, makna topeng Malang, berbagai macam karakter topeng Malang, serta cara membuat topeng Malang. Siswa mencatat penjelasan narasumber tentang topeng Malang di LKPD yang sudah disediakan. Kegiatan terakhir yang tidak kalah seru adalah praktik pengecatan topeng Malang. Pengerjaan paling sulit adalah hiasan topeng terutama pada karakter topeng yang ada mahkotanya. Dalam kegiatan pengecatan topeng, siswa dibagi menjadi 12 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 8 siswa. Dalam satu kelompok, sudah disediakan alat dan bahan untuk pengecatan topeng. Ketika proses pengecatan inilah, Bapak/Ibu Guru melakukan proses penilaian untuk dimensi bergotong-royong, mandiri, dan kreatif.
“Memang ada bagian dari pengerjaan topeng Malangan ini yang sulit, yaitu pengecatan topeng pada bagian detail mahkota dan hiasan mahkota topeng,” tutur Pui, salah satu siswa kelas 5C.
Sekitar 90-96 persen siswa dapat menyelesaikan pengecatan topeng dengan baik. Hasil karya topeng Malang P5 kelas lima ini, akan digelar pada rangkaian kegiatan akhir semester di bulan Desember nanti yaitu Haflah Nisfu Sanah. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk event apresiasi sekolah terhadap hasil karya dan inovasi seluruh warga SD Islam Surya Buana Malang. Dengan adanya kegiatan P5 ini, diharapkan semua siswa kelas 5 dapat ikut serta melestarikan kearifan lokal Kota Malang yaitu topeng Malang yang sudah ada sejak lama.
Ditulis Oleh: Novi Eka Sulistiawati, S.Pd.